Akibat
tersengat listrik 20 ribu volt saat memperbaiki antena televisi di rumahnya,
Philip Croizon harus rela kehilangan kedua kaki dan tangannya. Namun,kejadian
tersebut tidak membuatnya kehilangan semangat hidup. Terlepas dari segala keterbatasan
fisiknya, Croizon bertekad menunjukkan pada dunia bahwa ia masih dapat
melakukan hal-hal besar. Salah satunya, ia ingin berenang sepanjang 22 mil
melalui Terusan Inggris. Untuk itu, Croizon berlatih renang selama 30 jam per
minggu di sebuah kolam guna melatih otot dan staminanya. Selama latihan ia
terus didampingi oleh tim dokter khusus. “Ini
adalah mimpi saya, dan saya pasti akan berusaha keras untuk mewujudkannya” kata
Croizon seperti dilansir oleh surat khaba The Telegraph.
Kata
“ketidaksempurnaan” tetap ada pada Croizon. Hal itu memang benar, karena
keadaan fisiknya memang tidak sempurna setelah amputasi. Akan tetapi dalam arti
yang lebih luas, kata “ketidaksempurnaan” sebenarnya berlaku juga bagi semua
orang. Kita mungkin secara fisik terlihat sempurna, tetapi bagaimana dengan
aspek kehidupan kita yang lainnya? Misalnya orang yang selalu bermasalah dengan
emosinya, mudah marah, atau kurang dapat mengendalikan diri, dapat juga disebut
sebagai orang yang tidak sempurna secara emosi. Namun jangan pernah menggunakan
kekurangan yang kita miliki sebagai pembenaran untuk tidak melakukan hal-hal
yang positif.
Rasul Paulus adalah salah satu contoh orang yang menolak untuk
menyerah pada ketidaksempurnaan yang disebutnya sebagai duri dalam dagingnya (
2 Kor 12 : 7 ). Kesadaran itu muncul karena Paulus menyadari bahwa hidup adalah
Kristus dan mati adalah sebuah keuntungan ( Fil 1 : 21 ). Dengan kata lain, apa
pun keadaannya, ia harus menghasilkan buah atau memberikan suatu sumbangsih
yang positif bagi orang-orang di sekitarnya.
Tuhan
Yesus Memberkati
Bacaan Alkitab :
2
Kor 12 : 7
Fil
1 : 21
Sumber :
Buku
Renungan Malam – Penerbit ANDI - Yogyakarta
No comments:
Post a Comment